Calon Presiden Harus Berfikir Realistis

Minggu, 06 Januari 2013

Calon Presiden Harus Berfikir Realistis



CALON PRESIDEN HARUS BERFIKIR REALISTIS
Penulis : Fahmi Tanaka Purba
 Mahasiswa Kehutanan USU
Menjelang Pemilihan Presiden 2014, satu persatu sosok yang hendak maju dalam pemilihan presiden sudah mulai menampakan diri. Kejutan dari sosok yang hendak maju dalam pemilihan presiden adalah Raja Dangdut Rhoma Irama. Mengapa Rhoma Irama berani nyapres, maju sebagai calon presiden? Bisa jadi dilandasi dua hal, yakni popularitasnya sebagai artis yang cemerlang sejak tahun 1970 dan dukungan dari habieb dan ulama.
Kepada media Rhoma Irama mengatakan dirinya yakin memiliki tingkat elektabilitas yang tinggi. ukurannya ketika pentas OM Soneta, pentas itu, di mana pun yang selalu dipadati massa. Lebih lanjut dikatakan, setiap konser Soneta, lapangan tidak muat. Seperti dalam Pilkada, Soneta tampil di alun-alun, lapangan, selalu tidak mampu menampung massa. Inilah yang menurut pengakuannya menunjukkan elektabilitas dirinya tinggi.
Kalau ukurannya waktu konser, berarti Iwan Fals dan grup-grup band lainnya bisa bersaing dong dalam pilpres, sebab mereka ketika melakukan konser juga dipadati pengunjung. Kemudian kalau jumlah massa di lapangan dijadikan ukuran, bagaimana dengan Zainuddin M. Z, bukankah mubaligh itu saat berdakwah di lapangan dihadiri ribuan bahkan jutaan orang, sehingga dirinya disebut dai sejuta ummat,  namun ketika mendirikan partai politik, Partai Bintang Reformasi (PBR), partai itu tidak banyak mendapat dukungan bahkan akhirnya tak lolos parlement threshold.
Apa yang dilakukan oleh pria yang akrab disebut dengan Bang Haji itu syah-syah saja. Setiap orang Indonesia berhak dipilih dan memilih meski dalam kelanjutannya untuk menjadi calon presiden dan maju dalam pemilihan presiden, ia harus memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti harus didukung partai politik dan setia kepada negara dan bangsa Indonesia.
Namun banyak orang yang mencibirkan dia ketika dirinya mengatakan sudah mantap untuk maju sebagai calon presiden. Cibirannya itu seperti ia bukan sebagai elit partai politik sehingga partai mana yang mengusung dirinya ketika maju dalam pemilihan presiden belum jelas. Dalam berpolitik pun ia terkesan sebagai kutu loncat, ia pernah di PPP, (Partai) Golkar, dan PKB.
Dan cibiran yang paling dahsyat adalah perilaku dirinya selama ini, seperti bersikap rasis saat Pilkada Jakarta 2012, berkonflik dengan Inul Daratista, dan masalah-masalah pribadinya yang diungkap oleh infotaiment.
Rhoma Irama menyatakan diri maju dalam pemilihan presiden ini adalah rangkaian dari proses politik yang terjadi di Indonesia semenjak era reformasi, di mana banyak artis menjadi anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta menjadi kepala daerah atau wakilnya. Para artis terjun dalam dunia politik, disebabkan karena kemauan dirinya sendiri, ada pula karena diajak dan difasilitasi oleh partai politik.
Faktor diajak dan difasilitasi oleh partai politik lebih dominan dibanding dengan kemauan dirinya sendiri. Partai politik melihat kepopuleran artis mampu sebagai pendulang suara dan ini terbukti dengan banyaknya artis terpilih menjadi wakil rakyat dan kepala daerah.
Di DPR banyak artis seperti Jamal Mirdad, Nurul Arifin, Miing Bagito, Vena Melinda, Primus, Eko Patrio, dan lain sebagainya. Sedang yang menjadi kepala daerah atau wakilnya seperti Dede Yusuf, Rano Karno, dan masih ada yang lainnya lagi.
Nah menjadi pertanyaan besar ketika para artis menjadi politisi adalah soal kapasitas dirinya. Sebelum menjadi politisi, dunia artis sangat berbeda dengan dunia politik. Dunia politik adalah rimba yang sangat ganas bagi pelakunya, intrik, dengki, suap, korupsi, dan dendam, siap membunuh politisi bila tidak siap dan waspada.
Bukti dari tidak siapnya artis dalam dunia politik, ditunjukan dengan mundurnya Tere. Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat yang sebelumnya penyanyi itu mengundurkan diri dari DPR dengan alasan masalah keluarga. Tentu alasan yang dikemukakan itu sebagai tutup dari alasan-alasan yang lebih besar.
Selama menjadi artis hidup mereka lebih banyak dengan keglamouran, kemewahan, dan dieluelukan oleh penggemarnya. Sikap yang seperti ini kadang menimbulkan rasa tidak empati dan simpati pada masalah lain. Kemewahan dan keglamoruan kadang menjadi penutup dan pembatas dengan dunia yang sesungguhnya.
Nah bagaimana artis harus empati dan simpati pada masalah-masalah sosial bila mereka biasa tidak peka dengan masalah-masalah sosial yang ada? Saat ini Rhoma Irama yakin dan mantap menyatakan maju dalam Pemilihan Presiden 2014, namun benarkah dirinya benar-benar siap ketika aturan dan realitas politik yang ada benar-benar sangat selektif dan ketat?
Itu akan terjawab oleh waktu. Untuk maju dalam pemilihan presiden tentu modalnya lebih besar dan berlipat-lipat dibanding dengan maju sebagai anggota DPR atau kepala daerah.
Orang yang bisa maju dalam pemilihan presiden adalah seorang pengusaha besar, seperti Aburizal Bakrie, atau seorang yang didukung oleh pengusaha. Dilihat dari segi modal, tentu Rhoma Irama tidak memiliki. Hasil ngamennya pasti tidak akan cukup untuk membiayai kampanyenya.
Dan kalau mencari dukung dari pengusaha pasti banyak pengusaha yang enggan membantu dirinya, sebab para pengusaha melihat Rhoma Irama kecil kemungkinan benar-benar maju dalam pemilihan presiden, selain faktor Rhoma Irama tidak pernah bergaul dengan pengusaha, apalagi pengusaha hitam.
Bila dikatakan popularitas Rhoma Irama menjadi modal utama dirinya maju dalam pemilihan presiden, itu masih perlu kita perdebatkan. Rhoma Irama adalah artis yang sudah tenar sejak tahun 1970, tentu dari waktu ke waktu popularitas dirinya tidak seperti dulu, meski popularitasnya mulai surut namun harus diakui masih ada.
Belajar dari kemenangan Presiden Barack Obama dalam US Election 2012 ia menang karena didukung oleh anak-anak muda dan kaum perempuan. Dengan belajar pada Barack Obama, bisa kita bandingkan bahwa idola anak muda Indonesia saat ini pastinya bukan artis tahun 1970-an, 1980, 1990, atau 2000, namun era sekarang ini, yakni 2012, apa itu K-Pop. Dengan demikian anak-anak muda kita tidak banyak tahu Rhoma Irama.
Kemudian perilaku Rhoma Irama yang sering diungkap oleh Infotaiment seperti berpoligami atau nikah siri tentu juga membuat kejengahan kaum perempuan kepada dirinya. Bila dua hal ini, yakni tidak dikenal anak-anak muda dan kebencian dari kaum perempuan, maka suara yang memilih akan sangat tipis.
Meski demikian, keinginan Rhoma Irama maju dalam pemlihan presiden patut kita hargai dan apresiasi. Ini salah satu buah dari era reformasi yakni adanya kebebasan menyatakan pendapat. Kesimpulannya, kita boleh melakukan apa saja, kita boleh menyalonkan diri menjadi calon presiden, namun semua yang kita lakukan itu harus ada artinya, harus mampu menambah nilai-nilai kemajuan demokrasi.
Akhirnya marilah kita mengutip syair lagu Rhoma Irama yang berbunyi, begadang boleh-boleh saja kalau ada artinya.